Naskah Dharma Wacana : TRI PARARTHA, SEBAGAI DASAR DALAM KEHIDUPAN BERBHINNEKA

12:23 AM


Dibawakan pada Parade Dharma Wacana yang diselenggarakan oleh
BALI  TV, MATAHARI DARI BALI




Om Swastyastu,
Om  Annobadrahkrtavoyantu Visvatah

( Ya Tuhan, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru )
Pemirsa BALI TV yang saya hormati,
Serta rekan-rekan Peserta Parade Dharma Wacana yang saya kasihi,

Rasa angayu bagya serta puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kertha wara nugraha Beliau, saya, Ni Luh Sundra Kristyani, Mahasiswi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar pada kesempatan ini dapat menyampaikan sebuah wacana dharma dalam parade dharma wacana BALI TV 2011. Begitu pula pemirsa setia BALI TV di seluruh Nusantara semoga selalu dalam keadaan sehat dan tanpa kekurangan suatu apapun. Pada kesempatan yang maha mulia ini saya akan menyampaikan sebuah dharma wacana yang berjudul “Tri Parartha, Sebagai Dasar Dalam Kehidupan Berbhinneka”.


Umat sedharma yang saya mulyakan,
            Seorang Mahakawi yang bergelar Mpu Tantular dalam karyanya Kitab Sutasoma menyatakan :
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa
Artinya: “ berbeda-beda itu, tetapi pada hakekatnya adalah satu, tidak ada kebenaran yang kedua.

Sebuah contoh, Pak Nyoman pagi hari pergi ke kantor mengenakan seragam dinas kepolisian disebutlah ia “Pak Polisi”, sepulang dari kantor ia mengganti pakaiannya dan mengambil cangkul lalu pergi ke sawah, maka disebutlah ia “Pak Tani”, ketika hari senja ia kembali ke rumah untuk berkumpul bersama putra-putri dan istrinya, disebutlah ia “ayah dan suami”. Yang disebut Pak Polisi, Pak Tani, Ayah dan Suami beliau adalah satu, yaitu Pak Nyoman.

Contoh lain dalam lingkup yang lebih luas, kita menjumpai tata cara mengamalkan Agama Hindu yang didukung dengan tata cara adat istiadat Budaya Bali. Di Pulau Jawa tentunya didukung dan diterapkan sesuai dengan adat istiadat Jawa.  Demikian pula halnya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan berbagai daerah lainnya. Antara satu orang dengan orang lain, antara satu daerah dengan daerah lain, itu berbeda. Walaupun kita sama-sama Hindu, tetapi cara pengamalannya yang berbeda.
Kita simak petikan sloka yang tertulis dalam Bhagawadgita: IV-11 berikut:
            Ye yatha mam prapadyante
            Tams tathai ‘va bhajami aham
            Mama vartma ‘nuvartante
Manusyah partha sarvasah.
Artinya :
Jalan manapun yang ditempuh manusia kepada-Ku semuanya Ku terima. Dari mana-mana mereka semua menuju jalan-Ku.

Lantas mengapa justru perbedaan itu senantiasa menimbulkan perpecahan?
Kita ketahui bersama, berbagai macam hiruk pikuk kehidupan begitu jelas terpangpang di depan mata. Coba kita merenung sejenak,bagaimana sepak terjang manusia sekarang dalam menjalani kehidupan ini, tidak jarang kita melihat di media massa maupun dilingkungan tempat tinggal kita berbagai macam peristiwa yang membuat kita miris dan tercengang menyaksikanya.

Ada seorang filusuf Cina pada abad ke 400 SM yaitu Composius menyatakan :
“Dengan melihat aku tahu, dengan mendengar aku mengerti, dengan menjalani aku paham”.
Dalam realita, ada yang mengagung-agungkan Tuhannya sebagai yang paling mulia sehingga menjelek-jelekkan kepercayaan atau agama lain, ada yang menganggap lingkungan daerahnya yang paling bagus sehingga daerah lain merasa tidak perlu untuk dijaga, tidak perlu untuk dilestarikan. Ada yang menyatakan orang-orang dikaumnyalah yang paling hebat, paling berkuasa, sehingga orang lain menjadi tidak dihormati, saling menjatuhkan, saling cemburu dan bermusuhan.  Hal inilah pemicu timbulnya perpecahan, tidak ada rasa syukur hingga menjadi konflik yang berkepanjangan, bahkan kerusuhan sama seperti yang melanda Bali pada beberapa pekan lalu.

Umat sedharma yang berbahagia,
Manusia selain sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk sosial, yangtidak akan terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Untuk menciptakan kehidupan yang tentram dan damai maka kita harus menjaga hubungan yang harmonis yang dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Tri Hita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Pencipta, antara manusia dengan sesama manusia, begitu pula antara manusia dengan lingkungan alam.
Selain itu, upaya untuk mewujudkan tatanan hidup yang bahagia dan sejahtera dapat dilakukan dengan berbagai cara,  salah satunya dengan memahami dan menerapkan ajaran Tri Parartha yakni asih, punyadan bhakti.

Selanjutnya saya akan menyampaikan tentang apa arti dan makna dari Tri Parartha tersebut. Tri berarti tiga, Parartha berartikesempurnaan, kebahagiaan, keselamatan, kesejahteraan, keagungan, dan kesukaan hidup umat manusia. Sehingga Tri Parartha adalah tiga prihal yang dapat menyebabkan terwujudnya kesempurnaan, kebahagiaan, keselamatan, kesejahteraan, keagungan dan kesukaan hidup umat manusia. Adapun tiga prihal yang dimaksudkan tersebut, diantaranya :
1.      Asih
Asih berarti cinta kasih atau kasih sayang. Kita mulai mencintai diri sendiri, mencintai sesama dan mencintai alam  lingkungan sekalipun kita berbeda.Melalui perbedaan ini akan memunculkan saling introspeksi satu sama lain. Karena tidak satupun manusia diciptakan sempurna. Ketika kita mencintai diri sendiri, sudah tentu pikiran, perkataan dan perbuatan kita jaga, itulah sesungguhnya pengendalian indria yang diungkap dalam ajaran Tri Kaya Parisudha. Cinta kasih juga dapat kita temukan dalam konsep Tat Twam Asidengan hakekatnya bermuara dari kasih sayang yang diaktualisasikan kedalam bentuk sikap yang memandang segala mahluk adalah sama, “vasudeva kutumbakam”. Andai saja cinta kasih yang dimiliki setiap manusia  dipelihara dan diarahkan dengan baik, meskipun kita berbeda, kita akan temui ketentraman dan kedamaian itu.Cinta kasih dalam pikiran adalah kebenaran, dalam ucapan adalah kejujuran, dalam perbuatan adalah kebajikan, dan cinta kasih dalam perasaan adalah kedamaian.
                Kitab suci Rg Veda, X. 191.4 menyebutkan sebagai berikut :
                        “ Samani va akutih, samana hrdayani vah,
                           Samanam astu vo mano, yatha va susahasati
artinya:
“Samalah hendaknya tujuanmu, samalah hendaknya hatimu, samalah hendaknya pikiranmu, dengan demikian semoga semua hidup bahagia bersama – sama”.

2.   Punya
Punya berarti dermawan, tulus dan iklas. Dalam Yajur Veda XL.1 disebutkan sebagai berikut :
Īsā vāsyam idam śarvam yat kim ca, jagatyām jagat tena tyaktena,
bhuñjῑthā mā gadhah kasya svid dhanam”
Yang artinya,
“Semestinya dipahami bahwa segalanya diresapi oleh Ida Sang Hyang Parama Kawi, segala yang bergerak dan yang tak bergerak dialam semesta ini. Hendaknya, orang tidak terikat dengan berbagai kenikmatan dan tidak rakus serta menginginkan milik orang lain”.
Punya dalam arti luas juga termasuk pelayanan, dalam bahasa Sansekerta disebut dengan sevanamdan dalam bahasa Bali diidentikkan dengan kata ngayah atau melayani. Berpunia terhadap  sesama ciptaan-Nyasekalipun antara satu dan yang lainnya tidaklah sama. Perbedaan ini dimaksudkan agar kita mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing, sehingga bisa untuk saling tolong menolong. Danketika kita memberikan pertolongan baik berupa jasa ataupun materi, agar didasari olehketulusan dan keiklasan tanpa mengharapkan suatu imbalan.

3.  Bhakti
Bhakti artinya hormat, sujud kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena Ialah yang menciptakan semua ini dan yang akan memberi kita keselamatan. Pustaka suci Ṛgveda X.7.3 menyebutkan sebagai berikut :
“ Agniṁ manye pitaram agnim āpim agniṁ bhrātaraṁ sadami sakhāyam, agner anῑkaṁ bṛhatah saparyaṁ divi śukraṁ yajataṁ sūryasya“
Yang artinya :
“Tuhan Yang Maha Kuasa yang kami yakini sebagai bapak kami, ibu kami, sanak saudara dan  keluarga kami, kami puja Engkau sebagai yang memiliki wajah yang agung, sinar suci Surya di langit”.

Walaupun berbeda gelar yang diberikan kepada-Nya, berbeda tata cara untuk bersujud dan berbhakti terhadap-Nya, namun ialah yang esa, ekam sat viprah bahuda vadanti. Begitu pula halnya kepada sesama manusia kita harus saling hormat menghormati, harga menghargai karena dihadapan-Nya kita semua sama, yang membedakan hanyalahamal perbuatan yang kita lakukan.
Asih, punya dan bhakti adalah ajaran agama yang patut dijadikan pedoman untuk menumbuhkan sikap mental masing – masing pribadi agar tidak terikat oleh pengaruh benda duniawi. Cinta kasih melandasi segalanya, kita melaksanakan punya karena cinta kasih dan berbhakti pula atas dasar kasih sayang. Dengan mengamalkannya senantiasa mampu menciptakan keharmonisan dan kedamaian, sesuai tujuan Agama Hindu yakniMoksartam Jagadhitaya Ca Iti Dharma.

Umat sedharma yang saya hormati,
Sebagai kesimpulan dari dharma wacana saya, bahwa perbedaan sebagai wahana untuk saling introspeksi diri, mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga menimbulkan suatu interaksi, hubungan timbal balik antar sesama, bukan untuk memecah melainkan untuk penyatuan. 

Yakni dengan menjadikan ajaran Tri Parartha sebagai pondasinya. 
1.      Asih, yaitu cinta kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta semua ciptaan-Nya dalam kehidupan yang paras paros sarpa naya salung – lung sabayan taka.
2.      Punya, yaitu dermawan, tulus dan iklas. Ketika hidup berdampingan selalu saling tolong menolong baik berupa jasa maupun materi tanpa mengharapkan suatu imbalan.
3.      Bhakti, yaitu sujud kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, serta saling menghormati dan menghargai antar sesama ciptaan-Nya.

Janganlah memandang pluralisme seperti memandang satu sisi mata uang yang hanya dapat kita lihat dari satu sisinya saja, tetapi pandanglah pluralisme layaknya memandang hamparan laut yang luas dengan karang dan bebatuan yang kita ibaratkan sebagai baik buruknya suatu perbedaan.
“Jadi orang yang dapat bersyukur dengan hadirnya pluralisme adalah orang-orang yang memiliki cinta di hatinya”. The colour of world, bukan warna merah, kuning, hijau seperti yang kita kenal, tetapi agama yang berbeda, suku bangsa yang berbeda, cara pandang yang berbeda, adat istiadat serta budaya yang berbeda yang mewarnai seisi dunia. Tidak ada pelangi yang indah hanya dengan satu warna.

Pemirsa BALI TV,
Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini mengenai Tri Parartha dalam kaitannya dengan kebhinnekaan. Semoga dapat memberikan manfaat dan dijadikan sebagai dasar dalam meniti kehidupan di dunia ini. Apabila ada hal – hal yang kurang berkenan mohon dimaafkan, “Tan Hana Wwang Swasty Hayu Nulus”  tidak ada manusia yang sempurna. 

Om Santih, Santih, Santih Om 

You Might Also Like

0 comments