GURU "patut digugu dan ditiru". Masihkah?

2:07 AM

Focus Group Discussion, Hindu-Dharma based Education Concept and Practice at IHDN Denpasar
Menyoroti dunia pendidikan yang rada memprihatinkan, terutama ketika saya membaca  di media cetak dan online begitu juga di TV yang menjadikan "Guru" sebagai objeknya. banyak yang berprestasi, namun banyak juga yang menyimpang atau dengan kata lain belum paham tentang hakikat guru sehingga berbuat yang tidak sesuai dg kaidah sebagaimana yang harus dilakukan oleh seorang pendidik. Dulu kala SD sampai SMA saya hanya dapat mencerna definisi guru sebatas apa yang dilontarkan oleh  Ki Hajar Dewantara, yakni seseorang yang patut untuk digugu dan ditiru.


Melihat berbagai kasus yang dilakukan oleh"oknum guru", pelecehan dan tindak kriminal lainnya, saya merasa frasa tersebut menjadi tidak sesuai lagi. Padahal secara konsep, ungkapan dari Bapak Pendidikan kita  sungguh luar biasa. Sebagai sauri tauladan, guru memang patut untuk digugu, ditiru, sebagai contoh bagi anak didik. namun pemilihan profesi guru bukan berdasarkan hati nurani sendiri melainkan atas "embel-embel" lain seperti menjadi PNS yang mendapat pensiunan, Sertifikasi, dll ini justru bisa menghancurkan generasi penerus sebab bisa saja orang hanya iseng-iseng kuliah, yang penting dapet ijazah, lalu bagaimana setelah menjadi guru?

Setelah saya mengikuti kuliah mengambil prodi Dharma Acarya, bertemu dengan dosen favorit (Bapak Ketut Donder) yang mengajarkan mata kuliah Filsafat Guru Menurut Hindu barulah saya mendapatkan pemahaman mendalam tentang siapa yang disebut "guru".Guru tidak hanya berperan dalam transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih dari itu guru merupakan sadhana spiritual yakni "transfer jiwa" memberikan serta menuntun anak didik dari kesadaran manawa (manusia) menuju pada kesadaran Tuhan (madava). Guru tidak saja membimbing dalam hal yang berkaitan dengan dunia material tetapi juga sangat menekankan pada ranah spiritual. Tiga hal ini yang harus diperhatikan seorang guru yang menjadi contoh bagi anak didik; 1. viveka (kebijaksanaan, yang mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang sementara dan yang kekal),
2) vinaya (kerendahan hati dan disiplin) dan 3) vichaksana (kecerdasan intelek) yang baik.

Sāvitrī mātrasaro’pi varam viprah suyantritah,
Nāyantri tastri vedo’pi sarvaçi sarvavikrayi.
(Manava Dharmaçastra II . 118)

"Seorang brahmana yang menguasai diri sepenuhnya, walaupun ia hanya tahu mantra Savitri saja, 
maka ia lebih baik daripada orang yang mengetahui ketiga Veda tetapi tidak mampu menguasai 
diri(apalagi) memakan segala macam makanan dan menjual segala macam barang"

Perkataan "guru" adalah berasal dari bahasa Sanskerta yakni merupakan akar kata dari "gunathita (mampu membebaskan diri dari belenggu materi) dan "rupavarjitha" (mampu menyeberangkan orang lain dari lautan sengsara). Sehingga untuk menyeberangkan orang lain, gurulah yang pertama wajib untuk membebaskan diri dari belenggu-belenggu kehidupan. Memang tidak semua orang akan berprofesi menjadi guru di sekolah, tapi minimal sesuai tujuan agama Catur Asrama, seseorang pasti menjadi guru untuk anak-anaknya (guru rupaka) dan penentu masa depan bangsa. Semoga semboyan guru sebagai patriot pahlawan bangsa tidak akan sirna.

You Might Also Like

0 comments